Kepuh sebagai biofuel (bio-oil)
Tim Peneliti Kepuh
Ketua : Dr. Ir. Endang Yuniastuti, MS
Anggota :
– Dr. Titin Handayani, MS
– Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, MS
– Dr. Ir. Djati Waluyo Djoar, MS
Asisten Peneliti:
– Adri (RAPD)
– Binsar Simatupang (daya hasil dan produksi)
– Dani Kartika (morfologi)
– Paradita (pembibitan generatif)
– Budi Setyawan (sitologi)
– Gita (invitro)
– Suryo (invitro)
Kepuh atau pranajiwa atau dalam bahasa latin dinamakan Sterculia foetida Linn. Dalam bahasa inggris disebut sebagai “wild almoun” karena bentuk bijinya seperti biji almoun. Rasanyapun juga gurih dan berlemak. Pranajiwa dibeberapa daerah dikenal dengan beberapa nama seperti, kepoh, jangkang, kalumpang, dan beberapa daerah menamakan sebagai buah gendruwo karena bentuk buah yang cukup aneh dan berukuran besar. Karena keberadaannya mulai jarang ditemui, maka tanaman pranajiwa sudah dikatagorikan “Rare”. Tanaman Pranajiwa saat ini hanya ditemukan dibeberapa tempat yang dianggap keramat seperti kuburan, punden ataupun tempat-tempat yang jauh dari keramaian manusia. Karena keberadaannya inilah tanaman pranajiwa dinamakan sebagai tanaman “gendruwwo”
Pranajiwa / Kepuh atau dalam bahasa latinnya Sterculia foetida Linn. merupakan salah satu spesies tanaman di Indonesia yang berasal dari Afrika Timur, Asia Tropik dan Australia. Tanaman ini berupa pohon yang cukup besar dengan tinggi mencapai 30 meter. Tanaman Kepuh dapat tumbuh dengan cepat dan merupakan spesies yang setiap bagian organ tubuhnya banyak bermanfaat bagi kehidupan manusia. Di beberapa daerah di Jawa Tengah, tanaman kepuh hanya dijumpai ditempat-tempat yang dianggap keramat seperti kuburan, punden (kuburan atau sumber air atau tempat yang dikeramatkan), sehingga masyarakat mengenalnya sebagai tanaman keramat. Buah kepuh yang bentuknya cukup unik yaitu terdiri dari 5 benjolan (lokus) cukup besar dengan berat + 1 – 3 kg sering masyarakat menamakan sebagai buah ”Genderuwo”. Biji-biji kepuh dibiarkan jatuh dan tidak dimanfaatkan secara optimal karena banyak orang yang takut untuk memanfaatkannya.
Sebenarnya tanaman Kepuh sudah dikenal masyarakat terutama di Jawa tengah dan jawa Barat karena tanaman ini telah lama dimanfaatkan sebagai tanaman yang berkhasiat obat. Semua bagian tanaman dari kulit batang, daun atau buah dan bijinya sering dimanfaatkan sebagai campuran jamu. Kulit pohon dan daun dapat digunakan sebagai obat untuk beberapa penyakit antara lain rheumatic, diuretic, dan diaphoretic. Kulit buah Kepuh juga dapat digunakan sebagai bahan ramuan untuk membuat kue dan bijinya dapat dimakan. Kayu pohonnya dapat digunakan sebagai konstruksi bangunan rumah, bahan pembuat kapal, kotak kontainer, dan kertas pulp. Biji kepuh mengandung minyak nabati yang terdiri atas asam lemak yaitu asam sterkulat yang berumus molekul C19H34O2. Asam lemak ini dapat digunakan sebagai ramuan berbagai produk industri seperti kosmetik, sabun, shampoo, pelembut kain, cat, dan plastik. Asam lemak minyak Kepuh juga dapat digunakan sebagai zat adaptif biodiesel yang memiliki titik tuang 180C menjadi 11,250C.
Secara ekologis, tanaman kepuh juga berfungsi sebagai mikro habitat hewan tertentu. Di Taman Nasional Komodo (Pulau Komodo) dilaporkan bahwa populasi burung kakak tua jambul kuning (Cacatua subphurea parvula) yang dilindungi menggunakan dan memanfaatkan pohon Kepuh sebagai sarangnya. Selain itu karena pohon Kepuh memiliki tajuk dan perakaran yang cukup besar, maka dapat berfungsi sebagai pengatur siklus hidrologi karena akarnya dapat menahan air tanah dengan kapasitas yang cukup besar.
BBN Vs BBM
Dr.Ir. Endang Yuniastuti, MSi. Dosen Fakultas Pertanian Univ.Sebelas Maret Surakarta
|
Antrian panjang orang untuk mendapatkan beberapa liter minyak tanah atau antrian kendaraan yang hendak mengisi bahan bakar di beberapa SPMB karena adanya ketakutan kenaikan BBM merupakan pemandangan yang tidak asing lagi bagi bangsa kita terlebih beberapa waktu terakhir ini. Keadaan tersebut semakin hari bukannya semakin baik, tapi akan semakin parah karena begitu kompleknya permasalahan yang ada Salah satu penyebab keadaan ini adalah kelangkaan Bahan bakar Minyak (BBM) secara umum baik di Indonesia maupun Negara lain. Selain itu adanya ketergantungan Negara kita terhadap fluktuasi harga minyak dunia. Kuranglah bijak bila kita hanya menyalahkan pihak pemerintah saja, tanpa kita berbuat sesuatu untuk membantu memecahkan permasalahan yang ada Apakah cukup dengan mengatakan menolak kenaikan BBM tanpa memberikan solosi, atau bahkan kita sebagai salah satu penyebab pemborosan BBM tanpa kita sadari.
Seringkali tanpa kita tahu, ternyata kita menyebabkan terjadinya pemborosan energy, sehingga energy yang kita gunakan melebihi kebutuhan. Dalam sebuah iklan layanan masyarakat kita dihimbau untuk mematikan listrik pada jam-jam tertentu, atau mematikan listrik yang tidak digunakan. Hal sepele sering tidak dihiraukan. Peningkatan penggunaan energy terjadi diberbagai aspek kehidupan. Belum lagi kebocoran-kebocoran yang terjadi karena perawatan yang tidak dilakukan atau kerusakan. Kelangkaan minyak tanah terjadi hampir di semua wilayah Indonesia, Gas elpiji menghilang dari pasaran, berkurangnya stok BBM di beberapa SPBU. Di lain pihak, berlimpahnya gas yang dikeluarkan bersamaan keluarnya lumpur Lapindo belum dimanfaatkan, termasuk energy semprotan lumpur yang tentunya cukup besar.
Untuk memecahkan masalah sumber energy tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, tapi juga tidaklah mustahil bila kita secara bersama dan bekerja sama mencari jalan keluar. Permasalahan energy atau kelangkaan energy tidak hanya pekerjaan dari Pemerintah, tapi perlu pemikiran bersama dari berbagai kalangan masyarakat, instansi pemerintah dan swasta, Lembaga Penelitian dan Pengembangan (Litbang), ulama, tokoh masyarakat dan tentunya juga melibatkan Perguruan Tinggi.
Sebagai orang yang bergelut di bidang pertanian, merupakan suatu kewajiban untuk membantu memikirkan masalah ini dengan memanfaatkan ilmu pertanian sebagai landasan untuk menciptakan atau mencari energy alternatif. Kalau kita hanya tergantung pada sumber energy dari fosil, otomatis lama kelamaan akan habis dan kita mengalami krisis energy. Kebutuhan energi semakin meningkat dari waktu ke waktu sejalan dengan jumlah penduduk dan kebutuhan manusia. Peningkatan kebutuhan energi tidak diimbangi dengan peningkatan sumber energi yang ada di alam. Keadaan ini mendorong bangsa Indonesia untuk segera menyediakan dan membangun energi alternatif berbasis kerakyatan yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan sumber daya alam dan tumbuhan yang ada (Bahan bakar Nabati = BBN).
Ada suatu teori yang mendasar yang menyatakan bahwa tanaman merupakan suatu mesin yang memiliki banyak proses dan menghasilkan energy. Energi yang dihasilkan tanaman dapat bermacam-macam bentuknya, yang selanjutnya dapat dimanfaatkan atau diubah dalam bentuk lain tergantung kebutuhan manusia. Bentuk lain energy dari tanaman yang paling primitive yaitu sebagai kayu bakar, atau bagian tanaman yang digunakan sebagai pakan ternak. Ternak diambil manfaatnya (daging,susu, telur, dll). Pembentukan briket atau arang juga merupakan salah satu pemanfaatan dari tanaman sebagai sumber energy. Tetapi apabila penggunaan tanaman hanya sebatas pemakaian langsung akan menimbulkan akibat lain yaitu penebangan pohon.
Dalam tulisan ini yang dimaksud Bahan bakar Nabati adalah suatu metode atau cara budidaya dan pengembangan tanaman yang diambil manfaatnya melalui komponen yang ada dalam tanaman tersebut dan dimanfaatkan sebagai “biofuel”, misalnya sebagai bahan bioetanol (pengganti premium ), biodiesel (pengganti solar), bio-oil (pengganti minyak pelumas).
Indonesia yang terkenal dengan keragaman tanaman yang cukup tinggi memiliki potensi untuk memanfaatkan tanaman sebagai energy alternative yang berbasis pada pemanfaatan dan pembudidayaan tanaman. Beberapa tanaman yang saat ini dapat dikembangkan untuk menghasilkan biofuel adalah Jarak pagar, ubi jalar, ubi kayu, tebu, kelapa sawit, kelapa, bunga matahari, kapuk randu, nyamplung, glodok, pranajiwa / kepuh.
Pemerintah melalui Kantor Menristek dan Departemen Pertanian (2005) telah memprediksikan bahwa untuk memenuhi kebutuhan biofuel (biodisel dan bio-oil) sebesar 5% dari konsumsi BBM (17,5 miliar liter per tahun), maka diperlukan penanaman tanaman penghasil energy sekitar 10 juta hektar pada tahun 2010. Untuk mewujudkan hal itu, perlu keseriusan bersama karena pencarian sumber energi baru dengan memanfaatkan sumber daya alam dan tumbuhan belum optipmal
Di akhir tulisan ini saya ingin mengajak kita semua bertanggung jawab terhadap apa yang terjadi di negara kita. Tak perlu mencari yang salah siapa atau yang bertanggung jawab siapa. Walaupun kecil sumbangsih yang diberikan melalui pemikiran, sikap, ide, kebersamaan atau sikap sosial kita, maka akan membuat kita mampu bangkit dari keterpurukan yang berkepanjangan.
Beberapa jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar Nabati (BBN)
kelapa, singkong; jarak pagar; kelapa sawit; kepuh ; ubi jalar, bunga matahari, nyamplung, ganyong, dan banyak lagi komoditas tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai biofuel.
PEMBIBITAN GENERATIF KEPUH (Sterculia foetida Linn.)
Metode Percobaan
Percobaan menggunakan Rancangan Lingkungan Rancangan Acak Lengkap (RAL) karena dilakukan di kondisi lingkungan yang terkendali . Sedangkan rancangan Perlakuan adalah Faktorial karena terdiri atas dua faktor yaitu Faktor perendaman biji Kepuh (P) dan Faktor Media Pembibitan (M).
Faktor Perendaman terdiri atas 3 perlakuan yaitu :
Po = tanpa perendaman
P1= dengan air Hangat
P2 = dengan air dingin
Faktor Media Pembibitan terdiri atas 3 perlakuan
M0 = Pasir
M1 = kompos
M2 = pasir + kompos
9 Kombinasi Perlakuan yaitu :
PoMo = Perlakuan tanpa perendaman pada media pasir
PoM1 = Perlakuan tanpa perendaman pada media kompos
PoM2 = Perlakuan tanpa perendaman pada media pasir + kompos
P1Mo = Perlakuan perendaman air hangat pada media pasir
P1M1 = Perlakuan perendaman air hangat pada media kompos
P1M2 = Perlakuan perendaman air hangat pada media pasir + kompos
P2Mo = Perlakuan perendaman air dingin pada media pasir
P2M1 = Perlakuan perendaman air dingin pada media kompos
P2M2 = Perlakuan perendaman air dingin pada media pasir + kompos
Cara kerja
1. Biji kepuh sesuai dengan perlakuan direndam selama 24 jam
2. Biji di tanam pada media sesuai dengan perlakuan
3. Masing-masing kombinasi perlakuan diulang 10 ulangan
4. Parameter pengamatan meliputi
a. Daya kecambah
b. Saat biji berkecambah (ukuran kurang kebih 2 cm) (HST)
c. Tinggi kecambah pengamatan setiap minggu
d. Jumlah daun pengamatan setiap minggu